Presiden Republik Indonesia Kedua, Syafruddin Prawiranegara. (Ist)
galerisulut.com - Terlepas dari pernah tidaknya diajari di bangku sekolah, hingga kini mayoritas masyarakat Indonesia hanya mengenal beberapa Presiden Republik Indonesia (RI) saja.
Mulai dari Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo yang biasa disapa dengan sebutan Jokowi.
Padahal, di antara nama-nama Presiden RI tersebut di atas, masih ada Presiden kedua yang lambat-laun mulai terlupakan oleh sejarah tanah air.
Presiden kedua ini adalah Pria kelahiran Serang, Tanggal 28 Februari, Tahun 1911. Namanya Syafruddin Prawiranegara.
Dia biasa disebut dengan sebutan Kuding (panggilan masa kecilnya) dan pernah menjabat pimpinan tertinggi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang terbentuk karena Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.
Serangan Belanda ke Yogyakarta yang pada saat itu sebagai Ibu Kota Negara Indonesia membuat tokoh-tokoh penting seperti Soekarno dan Mohammad Hatta tertangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.
Sehingga membuat pemerintahan tidak berjalan dengan normal. Karena itulah, disaat genting dibentuklah PDRI yang dipimpin oleh bapak delapan orang anak ini untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumatera Barat.
Syafruddin Prawiranegara adalah orang kepercayaan Soekarno-Hatta, karena itu pria berdarah campuran Minang dengan Banten ini pernah memegang beberapa jabatan penting, seperti Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Wakil Perdana Menteri dan diberi mandat untuk membentuk PDRI.
Walaupun enggan disebut sebagai presiden, Kuding tetap ingin disebut Ketua PDRI saja, seperti percakapan antara Kamil Koto dengan Presiden yang hanya menjabat selama tujuh bulan lebih ini dalam buku yang ditulis Akmal Nasery Basral dengan judul "Presiden Prawiranegara".
"Jadi, Pak Syaf adalah presiden yang menggantikan Bung Karno,? " tanya Kamil Koto.
"Tidak persis begitu. Secara tugas memang iya, tapi saya lebih suka menyebutnya sebagai Ketua PDRI, bukan Presiden PDRI," kata Syafruddin Prawiranegara, menjawab pertanyaan Kamil Koto.
Syafruddin mendirikan PDRI bersama pejuang lainnya, seperti Teuku Hasan yang kemudian menjabat Wakil Ketua PDRI, Lukman Hakim, Sulaiman Effendi, Mananti Sitompul, Indracahya, Kolonel Hidayat dan Muhamad Nasrun.
Prawiranegara bersama para tokoh lainnya, menjalankan PDRI selama 207 hari, demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17
Agustus 1945.
Selama menjabat dan bertugas di Sumatera Barat, istrinya Tengku Halimah Syehabuddin bekerja keras untuk menghidupi anak anaknya dengan berjualan sukun goreng.
Di saat berjualan sukun, anaknya ada protes dengan pekerjaan ibunya Lily panggilan akrabnya "Kenapa kita tidak minta bantuan saja pada Presiden Om Karno dan Wakil Presiden Om Hatta serta Om Hengky (Sri Sultan Hamangku Buwono IX)," tanya Icah anak pertama Syafruddin.
Kemudian dengan jawaban yang bijaksana Lily memberikan penjelasan dari protes ‘kecil’ Icah "Ayahmu sering mengatakan kepada ibu agar kita jangan bergantung pada orang lain, Icah. Kalau tidak penting sekali jangan pernah jangan pernah meminjam uang, jangan pernah berutang, ".
Icah menimpal jawaban ibunya dengan mempertanyakan pekerjaan yang dijalani Lily sebagai penjual gorengan. "Tapi apa ibu tidak malu?, Ayah orang hebat, keluarga ayah dan ibu juga orang-orang hebat, ".
Lalu dengan jiwa keibuannya Lily menjelaskan dengan kalimat yang membuat Icah mengerti "Iya, sayang. Ibu mengerti, tapi dengarkan ya. Yang membuat kita boleh malu adalah kalau kita melakukan hal-hal yang salah seperti mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu pencuri namanya. Orang-orang mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu," timpal Lily.
Disaat keluarga Kidung mencari nafkah untuk membiayai kehidupan keluarganya, Syafruddin tetap fokus menjalankan roda pemerintahan Republik Indonesia yang masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap.
Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan dari Belanda yang ingin kembali berkuasa.
Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno, Syafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan.
Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, dia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
Tanpa disangka setelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syafruddin Prawiranegara akhirnya memilih menjadi pendakwah sebagai kesibukan masa tuanya.
Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar.
Walapun selama berdakwah Kidung tetap mempunyai kendala dan rintangan seperti pada Juni 1985, dia diperiksa sehubungan dengan isi khutbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di Masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam aktivitas keagamaannya, Kidung pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI).
Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, seperti Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen (1958), Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978) dan Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984)
Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, Direktur Utama Lembaga Keuangan Indonesia.
Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi "Ingin menjadi orang besar," katanya. Itulah sebabnya dia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia) yang sebelumnya menempuh pendidikan ELS (1925) MULO, Madiun (1928) AMS, Bandung (1931).
Pada akhirnya kini yang dikenang tinggal jasa jasanya mempertahankan Republik Indonesia dari penjajah karena Syafruddin Prawiranegara sudah meninggal pada 15 Februari 1989 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Sikap Syafruddin, yang begitu memiliki dedikasi tinggi dalam menjalankan tugas dan sangat mementingkan bangsa, negara dan rakyat sehingga mengabaikan dirinya, keluarganya bahkan kehidupannya. Beberapa kalangan menilai sikap dan tauladannya patut menjadi contoh bagi para pejabat dan generasi muda di negara ini terutama Presiden yang baru saja dilantik Joko Widodo.
"Berani berkorban dan sebagai pemimpin dia mendahulukan yang dipimpinnya. Mempunyai visi dan misi mau dibawa ke mana yang dipimpinnya," kata Muchtar Mandala, tokoh masyarakat Banten.
Sikap Syafruddin yang tidak mau mengambil uang negara yang bukan haknya, merupakan contoh bagi seluruh anak bangsa ini.
Saat ini, lanjut salah satu pendiri Provinsi Banten, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Sulit menemukan tokoh panutan.
Dia berharap, kepemimpinan yang ditunjukkan Syafruddin dan para pejuang lainnya, bisa terus diteladani para pemimpin dan generasi muda pada saat ini.
Sumber: Sindo
Mulai dari Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo yang biasa disapa dengan sebutan Jokowi.
Padahal, di antara nama-nama Presiden RI tersebut di atas, masih ada Presiden kedua yang lambat-laun mulai terlupakan oleh sejarah tanah air.
Presiden kedua ini adalah Pria kelahiran Serang, Tanggal 28 Februari, Tahun 1911. Namanya Syafruddin Prawiranegara.
Dia biasa disebut dengan sebutan Kuding (panggilan masa kecilnya) dan pernah menjabat pimpinan tertinggi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang terbentuk karena Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.
Serangan Belanda ke Yogyakarta yang pada saat itu sebagai Ibu Kota Negara Indonesia membuat tokoh-tokoh penting seperti Soekarno dan Mohammad Hatta tertangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.
Sehingga membuat pemerintahan tidak berjalan dengan normal. Karena itulah, disaat genting dibentuklah PDRI yang dipimpin oleh bapak delapan orang anak ini untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumatera Barat.
Syafruddin Prawiranegara adalah orang kepercayaan Soekarno-Hatta, karena itu pria berdarah campuran Minang dengan Banten ini pernah memegang beberapa jabatan penting, seperti Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Wakil Perdana Menteri dan diberi mandat untuk membentuk PDRI.
Walaupun enggan disebut sebagai presiden, Kuding tetap ingin disebut Ketua PDRI saja, seperti percakapan antara Kamil Koto dengan Presiden yang hanya menjabat selama tujuh bulan lebih ini dalam buku yang ditulis Akmal Nasery Basral dengan judul "Presiden Prawiranegara".
"Jadi, Pak Syaf adalah presiden yang menggantikan Bung Karno,? " tanya Kamil Koto.
"Tidak persis begitu. Secara tugas memang iya, tapi saya lebih suka menyebutnya sebagai Ketua PDRI, bukan Presiden PDRI," kata Syafruddin Prawiranegara, menjawab pertanyaan Kamil Koto.
Syafruddin mendirikan PDRI bersama pejuang lainnya, seperti Teuku Hasan yang kemudian menjabat Wakil Ketua PDRI, Lukman Hakim, Sulaiman Effendi, Mananti Sitompul, Indracahya, Kolonel Hidayat dan Muhamad Nasrun.
Prawiranegara bersama para tokoh lainnya, menjalankan PDRI selama 207 hari, demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17
Agustus 1945.
Selama menjabat dan bertugas di Sumatera Barat, istrinya Tengku Halimah Syehabuddin bekerja keras untuk menghidupi anak anaknya dengan berjualan sukun goreng.
Di saat berjualan sukun, anaknya ada protes dengan pekerjaan ibunya Lily panggilan akrabnya "Kenapa kita tidak minta bantuan saja pada Presiden Om Karno dan Wakil Presiden Om Hatta serta Om Hengky (Sri Sultan Hamangku Buwono IX)," tanya Icah anak pertama Syafruddin.
Kemudian dengan jawaban yang bijaksana Lily memberikan penjelasan dari protes ‘kecil’ Icah "Ayahmu sering mengatakan kepada ibu agar kita jangan bergantung pada orang lain, Icah. Kalau tidak penting sekali jangan pernah jangan pernah meminjam uang, jangan pernah berutang, ".
Icah menimpal jawaban ibunya dengan mempertanyakan pekerjaan yang dijalani Lily sebagai penjual gorengan. "Tapi apa ibu tidak malu?, Ayah orang hebat, keluarga ayah dan ibu juga orang-orang hebat, ".
Lalu dengan jiwa keibuannya Lily menjelaskan dengan kalimat yang membuat Icah mengerti "Iya, sayang. Ibu mengerti, tapi dengarkan ya. Yang membuat kita boleh malu adalah kalau kita melakukan hal-hal yang salah seperti mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu pencuri namanya. Orang-orang mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu," timpal Lily.
Disaat keluarga Kidung mencari nafkah untuk membiayai kehidupan keluarganya, Syafruddin tetap fokus menjalankan roda pemerintahan Republik Indonesia yang masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap.
Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan dari Belanda yang ingin kembali berkuasa.
Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno, Syafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan.
Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, dia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
Tanpa disangka setelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syafruddin Prawiranegara akhirnya memilih menjadi pendakwah sebagai kesibukan masa tuanya.
Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar.
Walapun selama berdakwah Kidung tetap mempunyai kendala dan rintangan seperti pada Juni 1985, dia diperiksa sehubungan dengan isi khutbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di Masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam aktivitas keagamaannya, Kidung pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI).
Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, seperti Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen (1958), Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978) dan Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984)
Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, Direktur Utama Lembaga Keuangan Indonesia.
Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi "Ingin menjadi orang besar," katanya. Itulah sebabnya dia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia) yang sebelumnya menempuh pendidikan ELS (1925) MULO, Madiun (1928) AMS, Bandung (1931).
Pada akhirnya kini yang dikenang tinggal jasa jasanya mempertahankan Republik Indonesia dari penjajah karena Syafruddin Prawiranegara sudah meninggal pada 15 Februari 1989 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Sikap Syafruddin, yang begitu memiliki dedikasi tinggi dalam menjalankan tugas dan sangat mementingkan bangsa, negara dan rakyat sehingga mengabaikan dirinya, keluarganya bahkan kehidupannya. Beberapa kalangan menilai sikap dan tauladannya patut menjadi contoh bagi para pejabat dan generasi muda di negara ini terutama Presiden yang baru saja dilantik Joko Widodo.
"Berani berkorban dan sebagai pemimpin dia mendahulukan yang dipimpinnya. Mempunyai visi dan misi mau dibawa ke mana yang dipimpinnya," kata Muchtar Mandala, tokoh masyarakat Banten.
Sikap Syafruddin yang tidak mau mengambil uang negara yang bukan haknya, merupakan contoh bagi seluruh anak bangsa ini.
Saat ini, lanjut salah satu pendiri Provinsi Banten, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Sulit menemukan tokoh panutan.
Dia berharap, kepemimpinan yang ditunjukkan Syafruddin dan para pejuang lainnya, bisa terus diteladani para pemimpin dan generasi muda pada saat ini.
Sumber: Sindo
Foto: Ist
KITANEWS.COM - Anne Frank, remaja putri Yahudi penulis buku harian yang menjadi gambaran peristiwa upaya Nazi membunuh etnisnya (holocaust), diduga meninggal lebih awal dari yang selama ini diketahui.
Anne dan saudarinya, Margot, dinyatakan meninggal oleh pihak Belanda pada 31 Maret 1945 atau akhir Perang Dunia II.
Kakak-beradik Frank meninggal karena tifus di kamp konsentrasi Bergen-Belsen, Jerman. Tanggal persis mereka meninggal tidak diketahui, demikian laporan LiveScience.
Anne Frank House, organisasi yang menjaga peninggalan Anne dan tempat persembunyian keluarga mereka di Amsterdam, Belanda, mengumumkan bahwa berdasarkan studi terbaru, sang gadis meninggal pada Februari 1945.
Studi tersebut dibuat berdasarkan analisis ulang dokumen lama dan pengakuan saksi yang selamat dari kamp konsentrasi Bergen-Belsen.
Saat pendudukan Nazi di Amsterdam, Annelies Marie Frank dan keluarganya hidup bersembunyi di bangunan tempat Otto Frank, ayah Anne, bekerja. Pada masa itu lah Anne menyimpan buku hariannya, yang diterbitkan setelah ia meninggal.
Pada 4 Agustus 1944 seseorang membocorkan tempat tinggal keluarga Frank, dan mereka pun ditangkap bersama keluarga lainnya yang bersembunyi bersama mereka.
Laporan Anne Frank House itu melacak keberadaan keluarga Frank sejak saat itu. Keluarga Frank dikirim ke kamp transit Westerbork, lalu Auschwitz-Birkenau, mereka tiba awal September 1944.
Anne, Margot dan Edith, ibu mereka, berada di Birkenau selama dua bulan sebagai budak.
Pada 1 November 1944, Anne dan Margot dikirim ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen setelah mendapat perlakuan yang tidak layak untuk menilai kemampuan mereka bekerja.
Terpisah dari ibu mereka, Frank bersaudari dikunci di gerobak ternak bersama 70 orang lainnya. Mereka hanya mendapat sedikit makanan dalam perjalanan yang memakan waktu dua hari.
Menurut laporan tersebut, para budak tidak tahu ke mana mereka akan dibawa.
Hanya sedikit saksi yang melihat Anne dan Margot di Bergen-Belsen. Analisis terbaru menunjukkan tidak ada catatan tentang mereka setelah 7 Februari 1945.
Saat seorang teman, Nanette Blitz, melihat Anne berada di kondisi yang buruk.
Menurut pengakuan Blitz di laporan tersebut, Anne tidak lebih dari tulang dan hanya berbalut selimut.
Beberapa saksi menyatakan Anne dan Margot terkena gejala tifus sebelum 7 Februari 1945. Penyakit tifus saat itu dibawa oleh kutu, umumnya mematikan dalam waktu 12 hari.
Peneliti yang terlibat menyimpulkan melihat kondisi Anne yang lemah, mungkin ia dan atau atau saudarinya tidak dapat bertahan hingga Maret 1945.
Kematian Anne merupakan salah satu tragedi di Bergen-Belsen di bulan-bulan terakhir Perang Dunia II. Menurut Anne Frank House, tifus dan kelaparan membunuh sebanyak 1.000 orang per hari di kamp sebelum pembebasan pada April 1945.
(Sumber: Suarapembaruan)
Foto: Ist
KITANEWS.COM - Sel tahanan bagi sebagian orang adalah momok menakutkan, tapi tidak dengan Yulian Paonganan. Meski mendekam di sel, karena dikriminalisasi dirinya tetap berinovasi.
Bersama kawan-kawannya, Ongen biasa disapa membuat sebuah karya yang sangat luar biasa. Sebagai pakar maritim. Ongen pun membuat perahu dari bahan koran. "Suami saya membina anak-anak di dalam penjara, untuk membuat kreasi dari bahan koran bekas, dengan peralatan sederhana beliau membuat perahu dari koran bekas yang memuat tentang kasusnya," kata istri Ongen, Elis Lembang kepada wartawan, bru-baru ini.
Diceritakan Ongen melalui istrinya, perahu yang dibuat itu merupakan ide dari suaminya, dengan peralatan sederhana seperti lem kayu, dan pisau cukur kumis. "Mereka sudah berhasil membuat 9 unit, yang akan dijual Rp 5 juta sampai Rp 10 juta, tergantung ukuran," ungkapnya.
Elis mengungkapkan selama suaminya di sel, inovasi dirinya tentang maritim tidak hilang. Suaminya juga kata Elis punya perhatian kepada teman-teman tersangka lainnya untuk mengarahkan ke arah yang benar. "Setelah mereka keluar, suami saya akan menampungnya untuk dibina ke arah yang lebih baik," ujar Elis.
Saat ditanya, siapa yang membuat perahu itu, Elis mengungkapkan itu dibuat oleh Farhan dengan ide dari suaminya. Farhan adalah tersangka uang palsu. Kata Elis, dengan peralatan sederhana, Farhan mampu membuat uang palsu 95% mirip.
"Perahu yang dirancang dan dibuat suami saya dan teman-temannya ini saya kira adalah pengembangan seni maritim yang sangat luar biasa," tegasnya.
Bukan hanya perahu, Ongen pun tengah membuat Drone dari bahan koran bekas yang nanti akan dijadikan souvenir. "Suami saya terus berinovasi untuk maritim bangsa Indonesia, inovasinya tidak terhalang jeruji besi," beber Elis.
Tidak hanya itu, Elis mengatakan jika ada yang ingin memiliki perhau tersebut bisa datang langsung ke Bareskrim. "Bagi teman-teman yang ingin memiliki perahu miniatur dari bahan koran bekas ini bisa memesannya ke sel Bareskrim Mabes Polri," tandas Elis.
(Sumber: Suarapembaruan)
Bersama kawan-kawannya, Ongen biasa disapa membuat sebuah karya yang sangat luar biasa. Sebagai pakar maritim. Ongen pun membuat perahu dari bahan koran. "Suami saya membina anak-anak di dalam penjara, untuk membuat kreasi dari bahan koran bekas, dengan peralatan sederhana beliau membuat perahu dari koran bekas yang memuat tentang kasusnya," kata istri Ongen, Elis Lembang kepada wartawan, bru-baru ini.
Diceritakan Ongen melalui istrinya, perahu yang dibuat itu merupakan ide dari suaminya, dengan peralatan sederhana seperti lem kayu, dan pisau cukur kumis. "Mereka sudah berhasil membuat 9 unit, yang akan dijual Rp 5 juta sampai Rp 10 juta, tergantung ukuran," ungkapnya.
Elis mengungkapkan selama suaminya di sel, inovasi dirinya tentang maritim tidak hilang. Suaminya juga kata Elis punya perhatian kepada teman-teman tersangka lainnya untuk mengarahkan ke arah yang benar. "Setelah mereka keluar, suami saya akan menampungnya untuk dibina ke arah yang lebih baik," ujar Elis.
Saat ditanya, siapa yang membuat perahu itu, Elis mengungkapkan itu dibuat oleh Farhan dengan ide dari suaminya. Farhan adalah tersangka uang palsu. Kata Elis, dengan peralatan sederhana, Farhan mampu membuat uang palsu 95% mirip.
"Perahu yang dirancang dan dibuat suami saya dan teman-temannya ini saya kira adalah pengembangan seni maritim yang sangat luar biasa," tegasnya.
Bukan hanya perahu, Ongen pun tengah membuat Drone dari bahan koran bekas yang nanti akan dijadikan souvenir. "Suami saya terus berinovasi untuk maritim bangsa Indonesia, inovasinya tidak terhalang jeruji besi," beber Elis.
Tidak hanya itu, Elis mengatakan jika ada yang ingin memiliki perhau tersebut bisa datang langsung ke Bareskrim. "Bagi teman-teman yang ingin memiliki perahu miniatur dari bahan koran bekas ini bisa memesannya ke sel Bareskrim Mabes Polri," tandas Elis.
(Sumber: Suarapembaruan)
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Foto: Ist KITANEWS.COM - Berjodoh dengan Fakultas Kedokteran, Kak Seto lantas memutar tujuan dan masuk Fakultas Psikologi Universita...
-
Nama Lengkap : Jamal Mirdad Alias : No Alias Profesi : Artis Agama : Islam Tempat Lahir : Kudus Tanggal Lahir : Kamis, 7 Apri...
-
Foto: Ist KITANEWS.COM - KETIKA Kalijodo ramai diperbincangkan di media, titik utama yang dibayangkan tidak jauh dari prostitusi. L...
-
Foto: Ist KITANEWS.COM - Penyiar Fox Sports, Erin Andrews, menaikkan nilai gugatan perdata terkait kasus video telanjangnya yang d...
-
Foto: Ist KITANEWS.COM - Anne Frank, remaja putri Yahudi penulis buku harian yang menjadi gambaran peristiwa upaya Nazi membunuh etnis...
-
Kusni Kasdut. (Ist) KITANEWS.COM - NAMA Kusni Kasdut di era 70-an menjadi buah bibir hampir di semua kalangan. Pria legendaris deng...
-
Foto: Ist KITANEWS.COM - Sel tahanan bagi sebagian orang adalah momok menakutkan, tapi tidak dengan Yulian Paonganan. Meski mendekam...
-
Presiden Republik Indonesia Kedua, Syafruddin Prawiranegara. (Ist) galerisulut.com - Terlepas dari pernah tidaknya diajari di bangku...
-
Kitanews.com - Jalan poros di ibu kota Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), yakni akses di Ujoh Bilang yang mengubungkan ke kampung Long Ba...